APAKABARBOGOR.COM – Dugaan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) kembali mencuat. Kali ini, selain Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Desa Mekarjaya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, juga menjadi sorotan Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI).
Kedua desa diduga tidak menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
Ketua KANNI Kabupaten Bogor, Haidy, mengungkapkan pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) kedua desa tersebut.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Bogor Media Circle (BMC) Ajak Kolaborasi Dunia Usaha Bogor Berpromosi Lewat Publikasi Press Release
Polisi Tangkap Perempuan SSS Pengunggah Meme Bergambar Presiden Prabowo Subianto di Media Sosial X
Mentan Amran Sulaiman Targetkan Kalimantan Utara Panen Tiga Kali Setahun, Fokus Benahi Irigasi

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka meminta akses dokumen rencana kegiatan anggaran (RKA) dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) untuk mengusut indikasi penyimpangan.
“Kami menemukan indikasi bahwa pengelolaan APBDes di Cipambuan dan Mekarjaya tidak sesuai aturan. Dugaan proyek fiktif, realisasi program yang tidak berdampak, hingga penggelembungan anggaran menjadi alasan kuat kami meminta dokumen tersebut,” ujar Haidy, Kamis (21/11/2024).
Haidy menegaskan, langkah ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan pemerintah desa memberikan laporan penggunaan dana secara terbuka kepada masyarakat.
Baca Juga:
Ekspektasi Kuat pada IHSG Dorong CSA Index Melonjak, Investor Semakin Pede
Jabar Media Circle Dukung Sikap Tegas Gubernur Jabar yang akan Bubarkan Ormas yang Meresahkan
KANNI menduga beberapa proyek infrastruktur yang didanai dari APBDes tidak sesuai dengan rencana awal. Salah satu contohnya adalah pembangunan jalan lingkungan yang kualitasnya jauh dari spesifikasi yang ditetapkan. Bahkan, terdapat laporan bahwa dana program pemberdayaan masyarakat tidak tersalurkan dengan jelas.
“Hal ini adalah gambaran lemahnya pengawasan pengelolaan dana desa. Ini menunjukkan bahwa sistem audit internal pemerintah desa masih belum berjalan efektif,” tegas Haidy.
Hingga berita ini ditayangkan, Pemdes Cipambuan dan Mekarjaya belum memberikan jawaban atas permintaan KANNI.
Padahal, sesuai Pasal 22 UU KIP, mereka wajib memberikan respons dalam waktu 10 hari kerja. Jika tidak, kedua desa tersebut bisa diadukan ke Komisi Informasi dan dikenai sanksi administratif.
Baca Juga:
Minta Tinggalkan Mental ”Kumaha Engke’, Ini Alassn Presiden Prabowo Subianto Sampaikan Pesan Itu
Presiden Prabowo Umumkan Pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK, Hadiah Hari Buruh
“Kegagalan merespons hanya akan menambah kecurigaan publik. Jika pengelolaan dana benar dan bersih, mengapa harus takut memberikan informasi?” tambahnya.
KANNI berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk melibatkan aparat penegak hukum jika ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran hukum.
Persoalan ini menjadi pengingat bahwa transparansi pengelolaan dana desa masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Dana desa yang setiap tahun digelontorkan hingga miliaran rupiah harus diawasi ketat agar benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
“Penyalahgunaan dana desa bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa,” pungkas Haidy.
Apakah pengelolaan dana desa akan terus menjadi lubang hitam korupsi, atau justru menjadi motor pembangunan desa? Publik menunggu langkah tegas dari Pemdes Cipambuan dan Mekarjaya.