BANDUNG – Ketua Umum Jurnalis Media Indonesia (JMI), Ngasi Utomo, S.Sos., S.H., M.H., pada Selasa (20/52025), menyampaikan seruan penting dari Kota Bandung.
Menjaga persatuan bangsa dan mewaspadai provokasi yang dapat memecah masyarakat. Seruan ini tidak datang dalam ruang hampa.
Di baliknya ada kerja panjang JMI sebagai organisasi profesi yang menghimpun ribuan jurnalis dari seluruh penjuru Nusantara.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Arisan Online Tipu Warga Cirebon, Polisi Tetapkan YM Jadi Tersangka
KPK Siap Sita Jet Pribadi dari Kasus Korupsi Papua
Batam Disiapkan Jadi Pusat Ekspor Nasional Lewat Sinergi Empat Provinsi

SCROLL TO RESUME CONTENT
Didirikan untuk memperjuangkan kebebasan pers dan melindungi jurnalis dari tekanan politik maupun komersial, JMI kini telah memiliki jaringan luas dari Sabang sampai Merauke.
Di Kota Bandung, organisasi ini berkembang pesat, menjadi wadah bagi wartawan lokal dan nasional, serta menjadi kanal aspirasi masyarakat yang merindukan pemberitaan objektif dan profesional.
“JMI berdiri di atas nilai-nilai pers independen dan profesional,” tegas Ngasi dalam sambutannya.
“Kami ingin jurnalis bisa bekerja tanpa intimidasi, dengan keberanian dan integritas.”
Di Balik Profesi Jurnalis: Antara Idealitas dan Realitas Lapangan
Menjadi jurnalis di Indonesia tidak sekadar mengabarkan fakta. Profesi ini menuntut keberanian, ketekunan, dan integritas tinggi.
Dalam praktiknya, banyak jurnalis menghadapi tekanan dari berbagai pihak — baik dari kekuasaan, korporasi, maupun kelompok tertentu yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.
Baca Juga:
CSA Index Juni 2025 Perkuat Narasi Positif Sektor Keuangan dan Pertambangan
Dampak Kasus Korupsi Kredit Sritex di Bank BJB pada Kepercayaan Publik dan Sektor Keuangan
Di tengah situasi itulah JMI mengambil peran strategis: menjadi pelindung, pendamping, sekaligus pengingat akan kode etik jurnalistik.
JMI juga rutin menggelar pelatihan dan diskusi etika media, demi meningkatkan profesionalisme anggotanya.
“Wartawan adalah mata dan telinga publik. Bila mereka dibungkam, maka suara rakyat pun terancam tak terdengar,” ujar Asep Mulyana, pengurus JMI Bandung.
Dalam praktik jurnalistik sehari-hari, tantangan tidak hanya soal tekanan luar, tetapi juga tekanan internal industri media —clickbait, tekanan iklan, hingga kurangnya pelatihan.
Melalui program-program edukatif dan penguatan kode etik, JMI berupaya memagari anggotanya dari godaan tersebut.
Organisasi Media di Era Digital: Adaptasi dan Akuntabilitas
Transformasi digital telah mengubah lanskap industri media secara radikal. Dulu, distribusi berita hanya melalui koran dan televisi.
Kini, media sosial, platform daring, hingga pesan instan mengambil alih. Di satu sisi, ini membuka ruang bagi lebih banyak jurnalis dan media independen; di sisi lain, hoaks dan disinformasi menyebar tanpa kendali.
Organisasi seperti JMI menjadi penting untuk memastikan bahwa jurnalisme tetap berada di jalur etik.
Menurut data Dewan Pers, setidaknya 43% media daring di Indonesia belum berbadan hukum, dan sebagian besar tidak mempekerjakan jurnalis bersertifikat.
Melalui jaringan internal, JMI berusaha mendorong setiap anggotanya untuk menjalani proses uji kompetensi dan memperkuat legalitas medianya.
“Legalitas media bukan sekadar formalitas. Ini soal akuntabilitas,” ujar Martika Edison, salah satu pengurus JMI pusat.
JMI juga terus mendorong kerja kolaboratif lintas daerah untuk membangun solidaritas antarjurnalis di era disrupsi digital.
Kebebasan Pers di Tengah Ancaman: Perjuangan yang Belum Selesai
Walau Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, realitas di lapangan kerap berkata lain.
Tak sedikit jurnalis mengalami intimidasi, pelaporan pidana, bahkan kekerasan fisik ketika meliput isu sensitif.
Laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sedikitnya 89 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2024— angka yang menunjukkan bahwa kebebasan pers masih rentan.
Padahal, Pasal 28F UUD 1945 secara jelas menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
JMI tak tinggal diam. Mereka membuka kanal pengaduan, pendampingan hukum, dan advokasi bagi anggotanya yang mengalami kriminalisasi.
“Kami akan pasang badan jika ada jurnalis yang dikriminalisasi hanya karena menjalankan tugas jurnalistiknya,” kata Kang Gobin, aktivis senior JMI dari Jawa Barat.
Ruang Terbuka untuk Bergabung dan Membangun Jurnalisme Berkualitas
JMI menyadari, perjuangan menjaga kebebasan pers tidak bisa dilakukan sendiri.
Karena itu, organisasi ini membuka ruang bagi jurnalis dan masyarakat umum yang memiliki minat di dunia jurnalistik untuk bergabung.
Melalui laman internal dan kontak pengurus daerah, calon anggota bisa mendaftarkan diri, mengikuti pelatihan, hingga berkontribusi dalam kegiatan jurnalistik yang bertanggung jawab.
Organisasi ini pun terbuka bagi media baru yang ingin belajar menjalankan praktik jurnalisme yang benar, sesuai etika dan hukum yang berlaku.
Bagi yang berminat bergabung atau ingin mengetahui lebih jauh tentang program-program JMI, dapat menghubungi:
Asep Mulyana: +6282116683636
Martika Edison: +6282115037421
Kang Gobin: +62895363103399
Dengan semangat kolektif dan komitmen terhadap integritas, JMI terus melangkah untuk menjadikan jurnalisme Indonesia lebih merdeka, bermartabat, dan berpihak kepada kebenaran.***